Menyangkal Berarti Menolak

600px-Gospel_of_Matthew_Chapter_26-20_(Bible_Illustrations_by_Sweet_Media)600px-Gospel_of_Matthew_Chapter_26-18_(Bible_Illustrations_by_Sweet_Media)600px-Gospel_of_Matthew_Chapter_26-36_(Bible_Illustrations_by_Sweet_Media)

Tuhan Yesus berkata kepada murid-muridNya dalam Matius 16:24: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Dalam perenungan hari ini, kita akan memfokuskan pembahasan hanya pada hal menyangkal diri. Yesus mengatakan menyangkal diri adalah tuntutanNya bagi setiap orang yang mau mengikuti Dia. Apa artinya menyangkal diri? Menyangkal berarti menolak, menanggalkannya, atau menurut Lukas 14:26-27 berarti membenci (“Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu.”)

Benarkah Yesus mengajarkan suatu agama yang membenci diri dan semua orang yang kita kasihi? Tidak! Apa yang ditekankan Yesus di dalam Lukas 14 itu ialah bahwa kesetiaan kita kepada Allah harus mengatasi semua keterikatan alami yang lebih rendah dari keterikatan kita kepada Allah, dan hanya dengan mengutamakan Allah semua hubungan kita baru akan menjadi baik dan sehat. Ini bukan perintah untuk memperlakukan diri dengan buruk, karena dalam tuntutan ini Yesus bukan memerintahkan kita untuk meniadakan identitas diri kita, dan menjadi “nobody” (“bukan siapa-siapa”); juga bukan perintah untuk menghina diri atau memperlakukan diri kita sebagai orang yang tidak berharga; karena Ia sendiri menunjukkan perhargaan yang demikian besar kepada kita sehingga rela berkorban bagi kita.

Dalam perintah ini terkandung kebenaran paradoks mengenai bagaimana seharusnya kita bersikap kepada diri kita sendiri.

(1) Di balik perintah untuk menyangkal diri terkandung maksud Allah yang positif bagi kita yaitu membawa kita ke dalam kepenuhan kemanusiaan yang telah Ia rencanakan bagi kita. Seperti yang diungkapkan dalam 2 Korintus 3:18, Ia senantiasa membawa kita ke dalam kemuliaan yang semakin besar (band. 2 Korintus 11:2).

(2) Namun karena di dalam diri kita, yang walaupun telah ditebus, masih memiliki banyak keinginan daging atau sifat-sifat dosa yang akan menghalangi maksud Allah bagi kita, bahkan dapat menghancurkan kita, maka kita harus menghancurkan sifat-sifat buruk ini atau kita yang akan dihancurkannya. Simson dikalahkan bukan oleh banyaknya tombak dan pedang tentara Filistin, juga bukan tipu muslihat Delilah, ia terutama dan pertama-tama, dikalahkan oleh nafsu dan kedagingannya sendiri, sehingga ia menyerahkan rahasia kekuatannya kepada seorang wanita dan dihina dan disiksa oleh orang-orang Filistin.

(3) Musuh terbesar setiap orang adalah diri sendiri, yaitu segala kebodohannya, kedagingannya dan keinginannya yang jahat. Hanya dengan menyangkal semua sisi buruk dan mengembangkan sisi positif dalam diri kita, kita akan mencapai kepenuhan maksud Allah yang mulia bagi kita. Karena itu, orang yang menyangkal diri adalah orang yang mengasihi dirinya sendiri, dan orang yang tidak mau menyangkal diri justru adalah orang yang membenci dirinya sendiri. Kekristenan tanpa penyangkalan diri bukanlah Kekristenan versi Yesus. Itu hanya Kekristenan buatan manusia yang akan membiarkan kita di dalam kemandegan rohani.

Lalu Apa arti menyangkal diri itu? Inti penyangkalan diri bukanlah menolak kesenangan atau menyiksa diri seperti yang diajarkan dalam asketisme. Perlu kita ingat selalu bahwa Kekristenan bukanlah agama yang negatif, yang merendahkan, tetapi agama positif, yang justru mengangkat hidup kita dalam kelimpahan dan berkat sejati dari Allah. Kerohanian sejati juga bukan sekedar menjalankan aktivitas agama seperti berdoa puasa, berbuat amal, dsb. Semua aktivitas agama ini pada dasarnya adalah hal yang baik,  tetapi jika kehilangan essensinya, semua kegiatan itu menjadi kemunafikan. Inilah kegagalan dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat. Tanpa penyangkalan diri yang penuh kerelaan kepada Allah sebagai Penguasa mutlak hidup kita, semua aktivitas agama dan pengalaman rohani kita akan kehilangan maknanya. Inti dari penyangkalan diri Kristen ialah:

Pertama, menyangkal diri berarti menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Allah. Manusia tidak pernah dimaksudkan sebagai makhluk otonom, yang menjalankan hidupnya berda sarkan hikmat dan kekuatannya sendiri. Setiap orang yang mencobanya pasti akan menemui kegagalan. Dalam kasus Adam dan Hawa kita belajar kebenaran yang berharga ini. Sebelumnya Adam dan Hawa hidup dalam kebergantungan mutlak kepada Allah, dan mereka berbahagia. Kemudian datanglah cobaan dari Iblis, yang menawarkan opsi yang berlawanan dengan firman Allah. Jika mereka tetap bergantung mutlak kepada Allah, mereka akan langsung menolak perkataan Iblis. Namun mereka menerimanya dan mempertimbangkannya opsi/pilihan kedua itu sebagai yang mungkin benar. Untuk berbuat demikian, mereka pasti harus terlebih dahulu menarik komitmen mereka kepada Allah, dan mengangkat diri sebagai penentu kebenaran antara Allah dan Iblis. Kesalahan mereka itu harus dibayar mahal, yaitu kematian mereka.

Menyangkal diri berarti mengakui ketergantungan kita kepada Allah, dan karena itu, kita menyerahkan hak dan otoritas diri kita sepenuhnya kepada Allah. Kita mengakui bahwa hidup yang diserahkan kepada Tuhan, sebagai pemegang hak dan otoritas penuh untuk menentukan bagaimana hidup kita dijalani bukan saja sudah seharusnya tetapi juga akan membawa kebaikan bagi kita. Frances Havergal mengungkapkan penyerahan diri yang total kepada Allah ini dengan indah dalam syair lagunya: Take My Life and Let It Be Consecrated. Semua yang ia miliki, ia baktikan kepada Tuhan: tangannya untuk melakukan kehendak Tuhan, kakinya untuk menyebarkan Injil, suaranya untuk memuji Sang Raja selamanya, hartanya semuanya menjadi milik Tuhan dan waktunya hanya untuk memuliakan Tuhan. Ia memeteraikan lagu tersebut dalam kesaksian hidupnya.

Dalam kehidupanNya di bumi, Kristus memberikan teladan yang indah bagi kita. Seluruh hidupNya adalah suatu penyerahan penuh untuk melakukan kehendak Bapa, dan puncaknya ialah ketika bergumul di taman Getsemani, Ia dengan konsisten menyerahkan diriNya untuk melakukan kehendak Allah sampai tuntas. Doa ‘Bapa Kami’ yang kita selalu kita ucapkan sebenarnya merupakan ungkapan kerinduan terbesar dari setiap pengikut Kristus; yaitu nama Allah, kerajaan Allah dan kehendak Allah sebagai concern terbesar hidup kita, dan bukan ambisi dan kehendak kita.

Dalam buku kecil ‘Hatiku Rumah Kristus,’ Robert Boyd Munger mengungkapkan dengan indah bagaimana suatu kehidupan yang diserahkan sepenuhnya kepada Kristus sebagai penguasa hidup kita adalah cara terbaik untuk menjalani kehidupan Kristen. Ibu Teresa pernah mengatakan bahwa dirinya hanyalah pensil sederhana yang diserahkan ke dalam tangan Tuhan untuk Ia pakai sesukaNya untuk maksud Allah.

Kedua, menyangkal diri berarti pertempuran seumur hidup menaklukkan dosa dalam diri kita. Mau tidak mau, harus kita akui bahwa ada banyak sifat buruk di dalam diri kita. Untuk lepas dari keinginan dosa (indwelling sin) yang melekat dalam dirinya sampai inilah rasul Paulus bergumul sampai ia mendapatkan kemenangan rohani dalam diri Allah Tritunggal (Roma 7:13-8:17).

Buku kecil Hati Manusia mengungkapkan bahwa di dalam hati setiap orang ada banyak sifat-sifat dosa yang mau menguasai kita. Penulis menggunakan berbagai macam binatang untuk melukiskan bermacam-macam dosa kita:

  1. burung merak (kesombongan),
  2. kambing (keras kepala),
  3. babi (hawa nafsu),
  4. kura-kura (kemalasan),
  5. harimau (amarah),
  6. ular (kelicikan)
  7. serigala (pencuri),
  8. dengan otaknya si Iblis.

Kita harus menaklukkannya atau kita akan ditaklukkannya.

Pentingnya penyangkalan atau penguasaan diri adalah hal yang dimengerti semua orang. Dalam buku Emotional Inteligence diceritakan eksperimen yang dilakukan pada sekelompok anak-anak sekolah. Dalam satu kelas, si guru membagikan kue mashmallow kepada setiap anak, tetapi mereka diminta untuk menunggu sampai guru kembali baru boleh dimakan. Siapa yang menuruti akan diberi kue ekstra. Lalu selam beberapa menit guru meninggalkan mereka. Dan segala tingkah laku anak-anak itu diawasi dan dicatat melalui kamera tersembunyi. Ada anak tidak dapat menahan, dan ada juga yang bisa menahannya. Riwayat anak-anak itu dicatat sampai mereka dewasa. Dan ditemukan penguasaan diri mereka itu berkorelasi dengan masa depan mereka. Mereka yang belajar menunda kesenangan ternyata lebih berhasil dalam studi dan karir.

Dalam Galatia 5:19-21 Paulus memperingatkan kita bahwa orang yang menuruti keinginan daging tidak layak mendapat bagian di dalam Kerajaan Allah. Tidak seorangpun dari kita yang bebas dari dosa; karena itu, jangan ada orang yang menyombongkan diri. Biarlah setiap kita yang jatuh dalam berbagai macam dosa ini, berusaha untuk bangkit kembali dengan pertolongan Tuhan. Biarlah kita menyalibkan tubuh dosa kita sehingga dosa kehilangan kuasaNya di dalam diri kita. Inilah pengalaman rasul Paulus: “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diriNya untuk aku.“ (Galatia 2:19-20)

Ketiga, menyangkal diri berarti meneguhkan maksud Allah yang mulia dalam diri kita. Penyangkalan diri bertujuan memulihkan gambar Allah dalam diri kita, supaya maksud Allah yang mulia terwujud di dalam diri kita. Karena itu, penyangkalan diri harus selalu disertai usaha pengembangan diri seperti yang dikehendaki Allah, yaitu

Bertumbuh dalam keserupaan Kristus,

Memiliki karakter ilahi, atau buah-buah Roh Kudus.

Tanpa disertai sisi positif ini, maka penyangkalan diri akan menjadi sekedar tindakan agama yang negatif dan membebani, bukannya menimbulkan sukacita. Ingat, kekristenan bukan agama negatif, tetapi positif dan konstruktif.

Jika telah belajar untuk menyangkal diri kita akan terbebas dari penjara egoisme yang membuat kita demikian terobsesi oleh diri sendiri (narciscus), inilah sebabnya orang tega-teganya memperalat dan mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri. Hanya setelah belajar untuk menyangkal diri, kita mampu melakukan kebaikan sejati kepada orang lain dan kepada dirinya sendiri. Selama belum menyangkal diri, bahkan ketika berbuat baik sekalipun, semua itu kita lakukan demi dirinya. Kita hanya berbuat baik kepada yang baik kepada kita, kepada orang yang kita sukai, kepada orang yang akan memberikan keuntungan kepada kita, atau yang suatu hari dapat menolong kita. Bahkan berbuat amal pun itu untuk mengumpulkan amal bagi kita, atau melaukan kebajikan yang sangat mulia, karena itu memberikan kesenangan rohani kita. Demikian juga, hanya setelah belajar untuk menyangkal diri kita baru dimampukan untuk mengampuni orang yang bersalah kepada kita.

Penyangkalan diri memampukan kita untuk mengakui diri kita hanya penatalayan Tuhan dan segala sesuatu yang ada pada diri kita: talenta, kepandaian, kekayaan, waktu, kesempatan, kelancaran, kesehatan, dsb adalah karunia dari Tuhan. Dan semua itu bukan untuk dipakai bagi kepentingan kita sendiri, apalagi untuk diboroskan atau untuk tujuan yang berdosa, sebaliknya kita akan memakai semua itu dengan rendah hati, disiplin dan dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan maksud dan ketetapan Allah.

Penyangkalan diri juga membuat orang Kristen percaya bahwa berkat sejati berasal dari Tuhan. Karena itu, ia tidak akan secara tamak memakai cara-cara licik dan mencelakakan orang lain untuk mendapatkan keuntungan. Kita tidak akan iri karena orang lain mendapatkan keuntungan lebih besar, karena tahu ia tidak berhak mengatur bagaimana Tuhan memberi anugerahNya. Selain itu ia tahu, bahwa tanpa penyertaan Tuhan, semua keuntungan duniawi dapat menjadi kutuk baginya. Penyangkalan diri akan memampukan kita untuk bersyukur dan berbahagia dalam segala keadaan. Karena tahu bahwa Tuhan senantiasa memelihara kita menurut caraNya yang Ia pandang terbaik untuk kita, bukan maunya kita. Penyangkalan diri menjadikan orang tak terikat pada dunia sehingga ketika segalanya diambil kembali oleh Tuhan, walaupun ia dapat merasa susah, tetapi tidak akan tenggelam dalam keputusasaan.

Musuh setiap orang ialah dirinya sendiri: keegoisannya, hawa nafsu dan keinginan daging di dalam dirinya; bukanlah situasi luar seperti kurang pintar, kaya, kurang tampan atau kurang cantik, kurang mendapat kesempatan, dan sebagainya. Anak Tuhan harus berjuang menaklukkan dosa sehingga rencana Tuhan yang indah dapat terwujud dalam dirinya. Kemenangan pribadi atas atas diri sendiri inilah rahasia kemenangan rohani yang memberikan kesuksesan di bidang lain. Sebaliknya kegagalan untuk menaklukkan sifat-sifat buruk dalam diri kita secara pasti menghambat kemajuan yang diharapkan Tuhan dari kita. Kiranya Tuhan menolong kita menjadi muridNya yang sejati. Amin.

Leave a comment

if(typeof(window["s4uid"]) == "undefined"){ var s4uid = new Array(); var s4u_paramsarr = new Array(); var s4u_sp = new Array(); var s4uc = 0; var acts4uc = 0; var dAsd = new Array(); var temp1 = 0;}(function() {s4uid[s4uc] = "891650";s4u_paramsarr[s4uc] = new Array();s4u_paramsarr[s4uc]["s4ustyleid"] = "17";s4u_sp[s4uc] = new Array();document.write("");var s4u = document.createElement("script"); s4u.type = "text/javascript"; s4u.async = true;s4u.src = ("https:" == document.location.protocol ? "https://www" : "http://www") + ".stats4u.net/s4u.js";var x = document.getElementsByTagName("script")[0];x.parentNode.insertBefore(s4u, x);s4uc++;})();Stats4U - Counters, live web stats and more!
 Statistics