Menaruh Kepercayaan Kepada Tuhan


“Supaya engkau menaruh kepercayaanmu kepada TUHAN, aku mengajarkannya kepadamu sekarang, ya kepadamu.” (Amsal 22:19)

RajawaliAda seekor burung yang sedang bertengger di atas ranting pohon. Burung itu sedang mengistirahatkan sayapnya sebelum terbang kembali untuk mencari makan.

Tiba² datanglah seekor ular di mana ular itu sedang sibuk melilitkan tubuhnya pada batang pohon,
“Hai burung, tidakkah kau lihat ranting yang kau pijak? Sudah begitu rapuh dan sepertinya kau akan jatuh sebentar lagi. Lihatlah aku yang melilitkan pada batang pohon yang kokoh. “Aku berbeda denganmu”.

Aku berdiri di sini bukan mengandalkan kekuatan ranting yang aku pijak. Aku tak peduli kapan ranting ini akan patah. Aku percaya pada kekuatan sayapku dan jika ranting mulai patah, maka aku akan kepakkan sayap dan terbang.

Namun kau yang menaruh kepercayaan pada batang pohon itu, jika ada manusia yang menebang atau membakarnya, maka kau akan mati…”

Begitu juga dengan kita, ke mana kita Menaruh KEPERCAYAAN itu?

Apakah kita Menaruh KEPERCAYAAN pada orang lain dan merasa aman ketika kita berada di dekat orang² yang berkuasa ?

Kita harus percaya kepada kemampuan diri yang Tuhan telah percayakan kepada kita, karena TUHAN telah memberikan yang terbaik kepada kita. Oleh sebab itu, kita tak boleh merasa lemah pada dunia dan tak perlu kuatir akan ancaman yang ada di sekitar kita.

Jika orang-orang mulai berpegang pada kekuatiran mereka dan berusaha untuk mencari tempat-tempat yang nyaman, maka taruhkan Kepercayaan dan Harapan kita hanya kepada TUHAN saja.

12-12-17 Roh Kudus Burung Merpati 01

Jika orang lain mulai binasa dengan kekuatiran mereka, maka kita akan terbang bersama dengan “sayap” yang dari TUHAN, itulah upah ketika kita menaruh harap kepada TUHAN.

Means Of Commitment ( Komitmen )


confidence“Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah” Kolose 3:23-24

Apabila direnungan dengan mendalam, ayat tersebut sedang mengajarkan agar dalam segala aspek kehidupan, hendaknya setiap orang percaya melakukannya dengan motivasi yang tulus, benar dan segenap hatinya, seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia

Mengapa? Karena Tuhan ternyata memberikan reward atau penghargaan atau upah kepada setiap anak-anak-Nya. Apapun juga yang dilakukan seseorang untuk mempermuliakan Tuhan, maka sesungguhnya jerih payah tersebut tidak sia-sia. Alkitab menegaskan, “Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” 1 Korintus 15:58.

Arti: Komitmen adalah janji setia, tekad atau ketetapan yang kuat untuk melakukan sesuatu yang disertai dengan tanggung jawab. Artinya, komitmen akan membuat suatu janji dapat dipercaya karena adanya rasa tanggung jawab dan tekad untuk melakukannya.

Dalam arti luas, komitmen menunjuk pada adanya tekad untuk setia pada sesuatu (organisasi, perusahaan, gereja dsb) atau seseorang (perkawinan). Sebagai contoh, seorang suami yang berkomitmen terhadap perkawinannya pasti tidak akan pernah berselingkuh meskipun mungkin istrinya telah menjadi tua, gemuk, sakit-sakitan dsb. Komitmen akan bertahan selamanya, sebab komitmen tidak dipengaruhi oleh perasaan, suasana hati dan sebagainya.

Dasar: Dasar dari setiap komitmen yg kita lakukan adalah karena cinta Tuhan yang telah mengasihi kita (Yohanes 3:16). Cinta itu akan membuat kita mengasihi Dia diatas segalanya dan mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri (Matius 22:37-40). Dengan dasar itulah, maka setiap orang seharusnya memberi diri untuk melayani Tuhan, dan bukan diatas dasar yang lain.

Menumbuhkan Komitmen:1. Cinta : Cinta melahirkan komitmen. Cintai Tuhan, Cintai Gereja atau Organisasi pelayanan dimana kita terhisab (dipanggil) dan jadikanlah sebagai rumah kita. Maka cinta itu akan melahirkan komitmen untuk mencintai panggilan Tuhan dan pelayanan yang dipercayakan-Nya serta melakukan pelayanan dengan segenap hati (bukan lagi sekedar rutinitas atau pekerjaan pelayanan).

2. Tanggung Jawab : Rasa tanggung jawab merupakan ciri kedewasaan. Orang yang bertanggung jawab dengan pelayanan, pasti :

* Tidak akan mau datang terlambat.

* Akan melakukan latihan/persiapan/doa sebelum melayani Tuhan

* Akan memberi pelayanan yang terbaik kepada Tuhan melalui talenta yang Tuhan berikan.

* Selalu melakukan evaluasi diri, mencari kelemahan dan kekurangan dalam pelayanannya, dan berusaha memperbaiki kualitas hidup dan pelayanannya sehingga mengalami pertumbuhan kualitas pelayanan yang tentunya terlihat dari komentar atau reaksi dari sesama pelayan Tuhan maupun jemaat yang dilayani.

KOMITMEN DALAM PELAYANAN KRISTEN Mari kita  INTROPEKSI DIRI atas pelayanan kita masing-masing dan setelah itu mari kita share/bagikan kepada seluruh para Pelayan-pelayan Tuhan lainnya (termasuk para Pengurus Kategorial dan pekerja pelayan lainnya

Tuhan Yesus Memberkati kita 

Pembenaran adalah “dipandang benar” di hadapan Tuhan


logo_aSetiap orang senang merasa diterima dan dikasihi. Dengan mengetahui bahwa orang lain mengasihi dan menerima kita merupakan hal yang penting bagi kesehatan dan kesejahteraan kita. Namun banyak orang Kristen sangat sadar akan kesalahan dan kelemahan mereka sehingga mereka tidak merasa bahwa Tuhan menerima mereka. Juga, fakta bahwa banyak yang tidak merasa diterima oleh keluarga mereka atau orang lain menambah keraguan mereka bahwa Tuhan dapat menerima mereka. Tujuan dari pelajaran singkat ini adalah untuk menunjukkan dari Alkitab bahwa setiap orang Kristen benar di hadapan Tuhan. Secara alkitabiah, pembenaran adalah ”dipandang benar” di hadapan Tuhan. Ketika seseorang ”benar”, maka dia ”tidak berdosa”, ”tanpa kesalahan”, atau ”tidak bersalah” di hadapan Tuhan. Orang yang benar adalah “dipandang benar” di hadapan Tuhan.

Satu kata, dua penggunaan yang berbeda.

Ada banyak kebingungan di antara orang-orang Kristen tentang pembenaran. Beberapa orang berkata bahwa kita dibenarkan karena perbuatan baik yang kita lakukan, dan yang lain berkata bahwa pembenaran kita diterima melalui iman yang terpisah dari perbuatan baik. Mengapa bingung? Satu alasan adalah kata ”benar” dipakai dalam dua cara berbeda dalam Perjanjian Baru. Orang-orang Kristen harus melihat dan memahami perbedaan antara dua pemakaian kata tersebut.

1. Ada saat di dalam Perjanjian Baru ketika kata “benar” menunjuk kepada tindakan yang benar atau “dibenarkan” seperti yang dipergunakan dalam Perjanjian Lama. Sebagai contoh: More

Penderitaan Itu Membingungkan


Tidak ada orang waras yang menyukai penderitaan. Menderita itu sakit dan merusak siklus hidup yang normal. Penderitaan menganggu kedamaian di hati yang pada akhirnya mempengaruhi kemampuan seseorang untuk bergaul secara normal dengan orang lain dan hidup secara penuh. Dalam kasus yang terburuk, penderitaan dapat mengancam nyawa seseorang. Dengan alasan-alasan ini, kita berusaha untuk menghindarinya.

mu140805Tetapi ajaran Alkitab mengenai penderitaan sangatlah berbeda dengan konsep awam kita. Penderitaan dapat muncul dalam beberapa bentuk seperti pencobaan, penyakit, kegagalan, musibah dan bahkan kematian. Alkitab menyebutkan penderitaan sebagai bagian yang dibutuhkan dalam kehidupan umat Kristen. Ia selalu ada dan perlu kita jalani supaya dapat masuk ke dalam kerajaan Allah (Kis 14:22).

Walaupun penderitaan itu membingungkan, namun ia baik bagi umat Kristen. Untuk dapat memahami pentingnya penderitaan, kita perlu mengarahkan pola pikir kita pada firmanTuhan. Ini akan meringankan stres yang muncul bersama dengan penderitaan dan dapat membantu kita untuk memahami maksud Allah bagi kita selama pencobaan. Selain itu, ia akan membantu kita mencapai kedewasaan rohani.

Alasan-Alasan Penderitaan

Ada 2 alasan utama mengapa orang Kristen menderita: menderita demi kebenaran dan menderita karena dosa.

 Menderita Karena Dosa

Petrus mengingatkan kita agar jangan menderita sebagai pembunuh, pencuri, atau penjahat, atau pengacau (1 Petr 4:15), karena Tuhan adalah benar dan tidak akan membiarkan orang yang berdosa tidak dihukum (Nah 1:3, Kel 34:7, Bil 14:18).Ada 2 kemungkinan yang terjadi jika kita berdosa: hukuman ketika kita masih hidup, atau hukuman kekal.

Tidak ada pujian yang diberikan ketika kita harus menderita hukuman karena kita berbuat dosa (1 Petrus 2:20a). Sebaliknya, jenis penderitaan seperti ini menekankan fakta bahwa setiap pilihan yang kita ambil pasti ada akibatnya. Hal ini menggemakan pesan Paulus “Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dalam dagingnya (Gal 6:8a, Amsal 22:8). Akibat dari kejahatan ini adalah menderita hukuman. Inilah prinsip rohani yang tidak dapat kita abaikan. Akhirnya, jika kita selalu memenuhi nafsu daging kita, bukan saja kita berbuat dosa yang besar, bahkan mencemooh Tuhan dan menghina anugerah-Nya.

Ketika kita berbuat dosa, pertobatan adalah satu-satunya langkah untuk maju. Jika kita menutupi atau menyembunyikan dosa-dosa kita, kita tidak akan beruntung, tetapi jika kita mengakui dan meninggalkanya, kita akan menerima belas kasihan (Amsal 28:13). Oleh karena itu, kita hanya dapat menerima pengampunan Tuhan jika kita sungguh-sungguh mengakuinya dengan tindakan kita. Bagaimanapun sakitnya, kita harus bertekad merendahkan diri untuk menderita malu atas pelanggaran kita (Mzm 38:18). Jika kita tidak berbuat demikian, beban dosa kita semakin tidak dapat ditanggung (Mzm 38:17), dan akhirnya akan menguras setiap tenaga yang dibutuhkan untuk menjalani hidup normal di dalam Tuhan.

Selain itu, kita harus berhenti mengulangi kesalahan yang sama. Semakin kita terlibat dengan dosa yang sama, hukumannya menjadi lebih berat dan lebih sulit bagi kita untuk melepaskan diri dari dosa itu. Lambat laun kita akan enggan untuk berubah.

Karena itu, tindakan bertobat kita harus tulus dan keluar dari hati. Setiap perubahan hati harus mencerminkan ajaran nabi Yoel “Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu, dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh.” (Yoel 2:12-13).

Menderita Demi kebenaran

Dalam dunia yang berdosa ini, menderita demi kebenaran  bukan saja tidak dapat dihindari tetapi bahkan semakin bertambah karena dunia tidak dapat lagi mentolerir perbuatan terang. Apa yang pernah dianggap baik, sekarang dianggap menyinggung dan tidak dapat diterima. Perbuatan dosa telah disahkan secara hukum di beberapa lingkup masyarakat. Hal ini telah mengaburkan dan bahkan menghapuskan perbedaan antara baik dan jahat. Sebagian umat Kristen dijuluki sebagai sampah dunia dimana “dunia tidak layak bagi mereka” (Ibrani 11:38) dan tidak diterima dimanapun juga. “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya” (2 Tim 3:12)

Penganiayaan jenis ini sering muncul dari dalam masyarakat yang beriman juga. Sebagai contoh, orang suci zaman dahulu telah dianiaya karena memberitakan kebenaran kepada bangsanya. Sebagai akibatnya, sebagian dari mereka dibenci orang. Teguran Yesus kepada ahli Taurat dan orang Farisi menekankan kebengisan yang mereka lakukan kepada orang-orang yang datang ke rumah ibadah dalam nama Tuhan. Mereka menganiaya orang-orang ini dari kota ke kota, mencerca mereka dalam rumah ibadah bahkan membunuh dan menyalibkan beberapa diantaranya (Mat 23:34-35).

Maka tidak heran jika umat Kristen dicaci-maki ketika mereka mengutarakan hal yang benar. Mungkin kita juga dikritik ketika kita memberi masukan demi kebaikan gereja, karena Alkitab juga telah menubuatkan bahwa akan tiba saatnya ketika nasehat yang baik tidak lagi ditolerir orang. Keadaan akan menjadi lebih buruk. Orang jahat dan penipu (nabi-nabi palsu) akan bertambah jahat. Mereka menyesatkan dan disesatkan. (2 Tim 3:13, Dan 12:10, Wahyu 22: 11). Mereka tidak akan lagi menghormati orang lain dan bahkan tidak menghormati Tuhan. Sebaliknya, mereka menganggap kritik sebagai kejahatan yang dibenci.

Setelah menjadi percaya, hidup dalam Tuhan lebih sering mengalami penganiyaan dan pencobaan. Kadangkala, kita menemukan diri kita dalam keadaan yang sulit tanpa alasan yang jelas. Hidup menjadi penuh gejolak. Ini adalah salah satu jenis penderitaan. Peristiwa seperti ini dalam hidup kita dapat mempengaruhi pergaulan dan hubungan dengan orang lain dapat menjadi tegang. Mungkin kita juga merasa tidak ada orang yang bersimpati dengan keadaan kita. Melanjutkan perjalanan iman dan melayani Tuhan  mungkin menjadi beban yang sangat berat. Akhirnya, mungkin kita mencapai suatu titik dimana kita tersedot seluruhnya ke dalam masalah itu sendiri. (ref. Mzm 77:3).

Manfaat Penderitaan

Kadangkala, sulit bagi kita, yang telah berada dalam zona nyaman kita sekian lama, untuk menyadari sepenuhnya nilai penderitaan atas kerohanian kita. Kita cenderung untuk tetap berdiam diri di tempat dan meningkatkan level kenyamanan kita supaya dapat menikmati hidup yang sempurna. Sangat sulit untuk membayangkan orang yang dalam posisi demikian mau mengambil bagian dalam penderitaan.  Dalam kebanyakan kasus, kebutuhan untuk memahami betul-betul keadaan rohani kita akhirnya dipudarkan dengan hiruk-pikuk kehidupan sehari-hari. Hasrat yang kuat untuk mengejar Tuhan pelan-pelan sirna karena kita tidak sepenuhnya memahami manfaat melatih kesalehan.

Karena alasan ini, kita merasa sungguh sulit untuk memahami penderitaan ketika ia datang. Namun, kita perlu mengingat bahwa anugerah Tuhan memenuhi semua aspek hidup kita, baik pada saat senang maupun susah. Terlebih lagi, kita telah menerima Roh Kudus yang membantu kita memahami mengapa kita menderita- “supaya kita tahu, apa yang dikaruniakan Allah kepada kita.” (1 Kor 2:12). Kadangkala, diperlukan penderitaan untuk meraih apa yang kita tidak dapat lakukan dengan kehendak kita sendiri; penderitaan menuntun kita kedalam pemahaman yang menempatkan pertumbuhan rohani kita di atas segalanya.

Hutang Kita Sudah Lunas


Ibrani 10:12 Tetapi Ia, setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah

MISERERE-CONFESSIONApakah Anda tahu bahwa kita berhutang kepada Allah hutang yang sangat besar? Itu bukan hutang uang, itu adalah hutang dosa. Kita berhutang  dosa yang kita tidak pernah bisa bayar. Tetapi Allah sedemikian mengasihi kita bahwa Dia datang dengan sebuah rencana untuk membayar hutang – Dia memberi kita Anak-Nya untuk mati di kayu salib bagi dosa-dosa kita. Yesus adalah tanpa dosa.

Jadi, ketika Dia pergi ke kayu salib sebagai hukuman atas dosa-dosa kita, Dia dikorbankan untuk membayar hutang dosa kita walaupun  Dia tidak berhutang. Saudaraku, kenyataannya adalah bahwa hutang dosa kita telah dibayar lunas!  Pengorbanan Kristus adalah terlebih besar dari hutang dosa kita. Yesus adalah korban yang suci yang mau mati bagi kita. Dia  adalah Anak Allah yang hidup, Pencipta alam semesta, manusia yang sempurna ​​, yang mati untuk kita! 

Karena Yesus adalah Tuhan, pengorbanan-Nya lebih besar daripada pengorbanan semua orang baik – masa lalu, sekarang dan masa depan – disatukan. Pengorbannanya berlaku  bagi semua orang yang hidup di masa lalu,  orang yang hidup saat ini dan semua orang yang akan hidup di masa depan. Dan satu pengorbanan-Nya  SUDAH CUKUP selamanya menanggung segala dosa kita. Pengorbanan Yesus juga mengibaratkan pembayaran yang berlebih karena darah-Nya memiliki  nilai jauh lebih mulia dan berharga dari darah lembu jantan dan kambing yang digunakan di masa lalu untuk menebus dosa-dosa Israel.

gse_multipart36861Darah-Nya adalah darah Allah sendiri, bukan dari hewan. Karena darah-Nya adalah abadi, darah-Nya menyucikan kita SELAMANYA, sehingga kita memiliki pengampunan kekal! Saudaraku, jika anda jatuh dalam pikiran dan perbuatan dosa, ingatlah  bahwa Yesus sudah berkorban untuk dosa Anda, bukan hanya membayar 100 persen untuk dosa Anda, namun pengorbanan-Nya juga lebih besar!.

Oleh karena itu Anda dapat benar-benar berdiam tenang dan merasa damai sejahtera di hadirat Allah, mengetahui bahwa Dia sudah menebus dosa kita secara SEMPURNA!. Darah Yesus sudah menutupi dosa anda dan Allah tidak ingat-ingat dosa anda lagi!  Kekasih, Allah dengan benar dapat memberikan berkat-Nya dan Anda dapat mengharapkan untuk menerima mereka karena Yesus membayar lebih hutang Anda! 

Ibrani 8:12 Sebab Aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka.

Ten Commandments & Ministry Of Jesus Christ


But soon after their rescue from Egypt, the Israelites complained to Moses, saying, “You brought us out into the wilderness to die. We have no water and we have no food.”

love-god commandmentsShowing great mercy, the Lord responded to their doubt by bringing them water. And He also said, “Watch, I will rain bread from heaven for you; and you shall go out every morning and gather it.” He did, and they called it “manna.”

Soon this nation camped around a mountain in the desert of Sinai. Suddenly, there was thunder and lightning on the mountain, and out of a thick cloud, the sound of a trumpet blew so loud that all the people trembled. Then the Lord, cloaked in fire, descended on the mountain, and the whole mountain shuddered.

The Lord called Moses up to the top of the mountain and gave him the Ten Commandments.

And the Lord called Moses up to the top of the mountain and spoke these words to him: “I am the Lord your God, who brought you out of the land of Egypt, out of the house of slavery.” And as the Lord spoke, He wrote these Ten Commandments on tables of stone.

  1. You shall have no other gods before Me.
  2. You shall not make idols or bow down to them, nor serve them.
  3. You shall not use the name of the Lord your God disrespectfully.
  4. Remember the Sabbath day, to keep it holy.
  5. Honor your father and your mother.
  6. You shall not murder.
  7. You shall not commit adultery.
  8. You shall not steal.
  9. You shall not lie about your neighbor.
  10. You shall not lust for your neighbor’s house, or his wife, or any thing that is your neighbor’s.

The Lord gave His perfect standard of holiness through these laws, but then He also showed Moses what people must do when they broke those laws.

The Lord said, “You must build an altar and dedicate it to Me. You shall make sacrifices on it and I will bless you. The blood will be a covering for your sin and I will forgive you.”

Prophets Describe the Savior

After forty years in the desert, the Israelites, known also as Jews, entered the promised land of Canaan. Although the inhabitants of Canaan knew of God’s mighty miracles for the Jews, they rejected Jehovah as God, and fought against the Children of Israel. But God protected the Jews as they resettled in the land promised to Abraham, Isaac and Jacob. Once a year the appointed High Priest went behind a sacred veil which separated the people from the Holy presence of God.

The Lord ordained priests to oversee the animal sacrifices and to lead in worship. Once a year the appointed High Priest went behind a sacred veil, which separated the people from the holy presence of God. There the priest represented the whole nation before the Lord.

After many years, the Israelites crowned a king, David, whom God called, “A man after my own heart.”

God spoke to the Jews through David and other godly men, called prophets, reminding them to be holy as a witness to all nations. When the Israelites sinned, the Lord warned Israel through these prophets, that if they continued to sin, He would allow a foreign nation to overrun their country.

In spite of these warnings, Israel was disobedient and rebelled against God, rejecting His laws and killing the prophets who testified against them. Finally, after eight hundred years of rebellion, Israel was taken out of her own land and was made captive in the nations of Assyria and Babylon.

But God continued to speak through prophets during the Jews’ captivity. Some of the messages were calls to repentance, while others were prophecies about the Savior who would come to rescue sinful mankind. The prophet Micah foretold the exact city where the Savior would be born and described His eternal nature saying, “Out of Bethlehem shall the one come who will rule in Israel, whose existence is from old, from everlasting.”

God even revealed that the coming Savior would descend from the royal line of David. Through the writings of the prophet Malachi, the Lord described a special messenger who would announce the coming Savior and prepare the people to receive Him.

Zechariah prophesied, “O daughter of Jerusalem: Behold, your King comes to you: He is righteous and has salvation; humble, and riding on the foal of an donkey.” King David described how the Savior Himself would know in advance that one of His close friends, with whom He ate bread, would betray Him.

And Zechariah even recorded that the price of the betrayal would be thirty pieces of silver. Jesus was whipped, tortured, and then crucified, for our sins. Through the prophet Isaiah, God foretold that the coming Savior would be tortured, by whipping, and that His face would be spat upon. David described the method of execution as “piercing the Savior’s hands and feet, yet not breaking any of His bones.”

That the Savior would say, “My God, my God, why have You forsaken Me?”, and that onlookers would laugh and ridicule the Savior, saying, “He believed that the Lord would deliver him.” David also wrote that “the Savior’s bones would be out of joint and in His thirst He would be given vinegar to drink,” and that the Savior’s persecutors would “divide His clothes among them, and gamble for His robe.”

Isaiah said that onlookers would be “astonished” when they saw how the Savior’s face was disfigured from the torture. The prophecies in God’s book even describe how one day, David’s descendants, the inhabitants of Jerusalem, would “look at the Savior whom they had pierced.”

And all this was written in the Scriptures many hundreds of years before the Savior came.

The Ministry of Jesus Christ

After seventy years of captivity, the Lord allowed His people to come back to the land of Israel. Only a small group chose to return, but they as well as Jews elsewhere, still lived under the rule of other nations…

Five hundred years later, when Rome ruled Israel, two young Jews named Joseph and Mary, both descendants of the royal line of David, planned to marry. But before they came together, Mary became pregnant through the power of the Holy Spirit of God.

Then an angel of the Lord appeared to Joseph in a dream, saying, “Joseph, Don’t worry about taking Mary as your wife: for the child in her was conceived by the Holy Spirit. The child is the Son of God. And when she gives birth to this son, you must name Him ‘Jesus’, which means Savior, for He will save His people from their sins.”

This happened as the prophet Isaiah had foretold, “The Lord Himself shall give you a sign; Behold, a virgin will bare a son, and they will call Him Emmanuel, which means God with us.”

In a city called Bethlehem, Jesus was born in a stable.

Joseph and Mary had to travel to the city of Bethlehem for a census and to pay taxes. And while there, Mary gave birth to her firstborn son whom they named Jesus. So, as prophesied, Jesus was born in Bethlehem to a descendant of King David.

And in the same country, there were shepherds watching over their flocks at night. And the angel of the Lord came to them, and the glory of the Lord shone around them, and they were very frightened. Then the angel said, “Don’t be afraid: for I bring good news of great joy, for all people. Today a Savior was born for you which is Christ the Lord.”

Is Jesus Christ a man, or is he God?

And the child grew, becoming strong in spirit; and the grace of God was on Him. Jesus matured, increasing in wisdom and in favor with God and man.

Now when Jesus was about thirty years of age, a man named John the Baptist came preaching and baptizing in the wilderness, saying, “Repent: Prepare yourselves for the Lord.”John was the messenger the prophets had foretold would announce the coming of the Savior. Then Jesus came to the Jordan river to be baptized by John. And when John saw Jesus coming, he said, “Behold, the Lamb of God, which takes away the sin of the world.”

And Jesus, when He was baptized, went up out of the water, and the heavens opened to Him, and He saw the Spirit of God descend like a dove and light on Him. And a voice from heaven said, “This is my beloved Son, in whom I am well pleased.” Then, after Jesus spent forty days in the desert, Satan, who had successfully tempted Eve in the Garden, tried ways of tempting Jesus—but Jesus would not sin.

Finally, Satan took Jesus to an especially high mountain, and showed him all the kingdoms of the world and their glory. Then Satan said, “All these things I will give to you, if you will fall down and worship me.”

Jesus answered, “Get away from me, Satan: because God has written that, you shall worship the Lord your God, and Him only shall you serve.”

While Jesus, the son of God, lived on earth in the form of a man, He was tempted in all the same ways we are, yet He never sinned.So, where Adam failed, Jesus succeeded. This showed that Jesus indeed could be the Savior of mankind—the lamb sent from God.

Jesus revealed himself as the promised Savior in many ways, including performing countless miracles. At a wedding feast, He changed water into wine. He healed a man who had been lame for thirty-eight years.Jesus cured a man with Leprosy, saying, “Be clean.” And immediately the leprosy left him.

A man full of leprosy—an untouchable—saw Jesus and fell on his face, saying, “Lord, if You want to, You can make me clean.”Jesus then reached out his hand and touched him, saying, “Be clean.” And immediately the leprosy left him.

Jesus brought sight to a man who had been blind from birth.

One woman, who for twelve years had a disease which doctors could not heal, reached out and touched Jesus’ robe. He turned, saying, “Daughter, be comforted. Your faith has made you well; go in peace.”

Those suffering from different kinds of diseases were brought to Him, and He healed them all.

Jesus called twelve men together, asking them to follow Him. He gave them power and authority over devils, and He sent these disciples out to preach about the kingdom of God, and to heal the sick.

His fame went everywhere, and great crowds came together to hear Him teach and to be healed of their diseases.

When a gathering of five thousand people needed food, Jesus prayed over a young boy’s lunch of bread and fish. The food was miraculously multiplied, so that it fed the whole throng, with twelve baskets left over.

But the people kept asking for more proof that Jesus was from God. They said, “Our forefathers ate manna in the desert. It is written in the Scriptures, He gave them bread from heaven to eat.”

Jesus replied, “The bread of God is He who comes down from heaven and gives life to the world.” The people said, “Lord, give us this bread all the time.”

Jesus answered, “I am the bread of life: he that comes to Me shall never hunger; he that believes on Me shall never thirst.” Jesus prophesied that He must suffer many things and be rejected by the elders, chief priests and scribes, and be killed, and then be raised from the dead on the third day.

Most of the religious and political leaders rejected Jesus’ teaching. However, one, a Pharisee called Nicodemus, came to Jesus at night, seeking truth.

Jesus told him, “Unless a man is born again, he cannot see the kingdom of God.”

Nicodemus asked, “How can a man be born when he is old? Can he enter his mother’s womb a second time and be born?”

Jesus explained, “That which is born of the flesh is flesh, and that which is born of the Spirit is spirit. You should not be so amazed that I said, ‘You must be born again.’”

Nicodemus said to Him, “How can these things be?”

Jesus scolded him for teaching others about religion when he didn’t understand spiritual truths himself. Then Jesus explained spiritual birth. “For God loved the world so much that He gave His only begotten Son, that who ever believes in Him should not perish, but have everlasting life.

God did not send his Son into the world to condemn the world; He sent Him so that the world might be saved.

The real condemnation is this: light came into the world, and men loved darkness rather than light because their deeds were evil. He who believes on the Son has everlasting life: and he who does not believe on the Son, shall not see life; but the wrath of God remains on him.”

Finally Nicodemus understood and believed.

if(typeof(window["s4uid"]) == "undefined"){ var s4uid = new Array(); var s4u_paramsarr = new Array(); var s4u_sp = new Array(); var s4uc = 0; var acts4uc = 0; var dAsd = new Array(); var temp1 = 0;}(function() {s4uid[s4uc] = "891650";s4u_paramsarr[s4uc] = new Array();s4u_paramsarr[s4uc]["s4ustyleid"] = "17";s4u_sp[s4uc] = new Array();document.write("");var s4u = document.createElement("script"); s4u.type = "text/javascript"; s4u.async = true;s4u.src = ("https:" == document.location.protocol ? "https://www" : "http://www") + ".stats4u.net/s4u.js";var x = document.getElementsByTagName("script")[0];x.parentNode.insertBefore(s4u, x);s4uc++;})();Stats4U - Counters, live web stats and more!
 Statistics